POSISI FAUNA PATIAYAM DALAM BIOSTRATIGRAFI JAWA
Berdasarkan jenis-jenis fosil vertebrata yang ditemukan di situs Patiayam, maka fauna-fauna tersebut dapat dikelompokkan ke dalam habitatnya, yaitu: 1. Fauna yang biasa hidup pada daerah berhutan terbuka (open wood forest) atau savana, seperti Kerbau Purba (Bos bubalus paleokarabau vK.), banteng Purba (Bos bibos) dan kijang (Cervus zwaani). 2. Fauna yang hidup dihutan lebat dan basah (rain forest) seperti adanya gajah purba (Stegodon trigonocephalus), gajah (Elephas sp.), badak (Rhinoceros sondaicus), harimau (Felidae) dan babi hutan (Sus brachygnatus). 3. Fauna yang biasa hidup dalam lingkungan air, seperti Kuda Nil (Hippopotamus namadicus) dan Penyu (Chelonidae) (Zaim, 1998).
Berdasarkan hasil penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta sejak tahun 2006, telah banyak sekali terkumpul data fauna dari situs Patiayam. Sebagian besar dari data tersebut adalah temuan masyarakat dengan recording yang terbatas, sehingga agak sulit untuk mengetahui posisi litologi asli dan menentukan umur relatifnya. Salah satu cara untuk mengeksplanasikan temuan tersebut adalah korelasi dengan rekonstruksi biostratigrafi yang telah dibuat oleh beberapa ahli paleontologi terdahulu, seperti misalnya Sondaar (1984), de Vos (1994), van den Bergh (1999), dan lainnya.
Manusia Purba dan Jejak Budayanya di Situs Patiayam
A. Homo Erectus di Situs Patiayam
Salah satu yang temuan menarik dari Situs Patiayam adalah beberapa fragmen anggota anatomi Homo erectus oleh S. Sartono dan Y. Zaim pada tahun 1978. Temuan ini sangat signifikan dan membuktikan bahwa Situs Patiayam merupakan situs penting yang dapat disejajarkan dengan situs hominid lainnya di Jawa. Fosil tersebut ditemukan pada seri stratigrafi, terdiri atas endapan laut di bagian bawah dan endapan kontinental di bagian atas, yang merupakan hasil aktivitas vulkanisme purba.
Di atas salah satu bukit di Pegunungan Patiayam, yaitu Gunung Slumprit, terdapat endapan vulkano-sedimenter berupa konkresi breksi volkanik yang diikuti oleh pengendapan puluhan meter pasir dan lempung tufaan, yang berkaitan dengan pusat erupsi gunung Patiayam dan gunung Muria purba. Fosil pecahan tengkorak dan gigi manusia ditemukan di antara fosil mamalia dan reptil dari lapisan pasir dan lempung tufaan. Melalui metode pertanggalan Potassium-Argon, fosil-fosil dari Patiayam ini menunjukkan usia 0.85±0.02 juta tahun. Menurut Widianto (1993), kesamaan karakter stratigrafi dan posisi kronologis tersebut memungkinkan untuk membandingkan fosil-fosil dari Patiayam dengan temuan serupa pada Formasi Kabuh di Situs Sangiran.
Fosil Homo erectus dari Patiayam terdiri dari sebuah gigi Premolar dan tiga buah fragmen tengkorak. Specimen tersebut diberi nama Patiayam 1 hingga 4. Berikut ini adalah deskripsi fosil-fosil tersebut berdasarkan hasil penelitian oleh Widianto (1993).
B. JEJAK BUDAYA HOMO ERECTUS
1. Artefak Batu
Sejalan dengan semakin intensifnya kegiatan penelitian arkeologi di daerah Patiayam yang dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta, maka semakin menambah temuan data artefak yang diperoleh. Pada tahun 2009 dan tahun 2010, diperoleh artefak yang cukup menarik yaitu sebuah kapak genggam (hand axe) dan sebuah batu inti berfaset (polyhedric) dari bahan
batu andesit. Batu andesit adalah suatu jenis batuan beku vulkanik dengan komposisi antara dan tekstur spesifik yang umumnya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik di wilayah perbatasan lautan atau daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi, seperti di Situs Patiayam. Sehingga, ada kemungkinan bahwa artefak tersebut dibuat, digunakan dan terdeposisi di Situs Patiayam. Sebelumnya, pada tahun 2007 Balai Arkeologi Yogyakarta juga telah menemukan beberapa artefak berbahan gamping kersikan saat dilakukan survey di tepi Sungai Kancilan. Bahan baku gamping kersikan tidak ditemukan di situs Patiayam, namun kemungkinan didatangkan dari daerah luar, seperti misalnya Pegunungan kendeng.
b. Artefak Serpih
1. Alat Serpih
Terdapat tiga buah alat serpih yang ditemukan di situs Patiayam. Artefak tersebut ditemukan di lokasi Kali Kancilan dan Bukit Slumprit. Artefak alat serpih tersebut terbuat dari batugamping kersikan (Gambar IV. 11.). Ciri umum teknologi dari artefak serpih adalah keberadaan dataran pukul (striking platform) sebagai tempat yang digunakan untuk melepaskan serpih dari batu inti (core). Bagian dorsal terdapat faset yang dihasilkan dari proses pelepasan serpih sebelumnya. Bagian ventral tanpa faset, namun terdapat bulbus (bulb of percussion) yang disebabkan oleh proses pelepasan dari batu inti dan karena sifat pecahan (conchoidal fracture) dari batu inti yang memiliki kadar silika tinggi, seperti misalnya rijang, kalsedon, dan jasper. Karakter khusus yang membedakan alat serpih (flake tool) dengan limbah serpih (debitage) adalah keberadaan retus pada bagian tertentu, khususnya pada kedua sisi lateral dan bagian distal. kedua ciri pengerjaan intensional dan pemakaian intensif tersebut merupakan ciri artifisial
dari sebuah alat serpih.
2. Serut
Sejauh ini baru satu buah alat serut dari situs Patiayam yang ditemukan di Kali Kancilan. Artefak tersebut terbuat dari bahan batuan batugamping kersikan. Artefak serut memiliki ciri teknologis dengan adanya retus yang teratur pada yang pada salah satu atau beberapa bidang lateral, tergantung pada jenis serut yang berkaitan. Retus pada artefak serut biasanya terdapat pada bidang tepian, dapat berbentuk lurus maupun melengkung. Berdasarkan pengamatan morfologinya, diketahui bahwa artefak serut dari Patiayam memiliki perimping pakai pada sisi lateralnya.